Kegiatan manajemen kearsipan meliputi
suatu siklus “kehidupan” arsip sejak lahir sampai “mati”. Khusus untuk
arsip yang tidak pernah mati karena mempunyai nilai sangat penting bagi
perkantoran akan disimpan selama-lamanya di perkantoran yang
bersangkutan sebagai arsip abadi.
Sedangkan arsip dinamis yang sudah tidak
diperlukan di perkantoran tetapi mempunyai nilai nasional yang perlu
dilestarikan selama-lamanya, harus dikirim ke Arsip Nasional untuk
disimpan sebagai arsip statis.
Secara lebih rinci, menurut Sedarmayanti
(1992) lingkaran hidup kearsipan (life span of records) atau
biasa juga disebut dengan tahapan kehidupan arsip, dapat dibagi menjadi
tujuh yaitu :
1. Tahap
penciptaan arsip, merupakan tahap awal dari proses kehidupan arsip. Terciptanya
arsip dapat terjadi karena dibuat sendiri oleh organisasi yang bersangkutan
atau karena suatu organisasi menerima arsip dari pihak lain.
2. Tahap
pengurusan dan pengendalian, yaitu tahap dimana surat masuk/keluar dicatat
sesuai dengan sistem yang telah ditentukan. Setelah itu surat-surat tersebut
diarahkan atau dikendalikan guna pemrosesan lebih lanjut.
3. Tahap
referensi, yaitu surat-surat tersebut digunakan dalam proses kegiatan administrasi
sehari-hari. Setelah surat tersebut diklasifikasikan dan diindeks, maka
kemudian surat disimpan berdasarkan sistem tertentu.
4. Tahap
penyusutan, adalah kegiatan pengurangan atau penyiangan arsip.
5. Tahap
pemusnahan, yakni pemusnahan terhadap arsip yang tidak mempunyai nilai guna
lagi bagi organisasi.
6. Tahap
penyimpanan di unit kearsipan, dimana arsip yang sudah menurun nilai gunanya
(arsip inaktif) didaftar, kemudian dipindah penyimpanannya pada unit kearsipan
di kantor masing-masing atau sesuai peraturan yang berlaku.
7. Tahap
penyerahan ke Arsip Nasional RI atau Arsip Nasional Daerah. Tahap ini merupakan
tahap terakhir dalam lingkaran hidup kearsipan.